Penjelasan BKSDA Sultra Soal Polemik Lahan Konservasi di Desa Kalo-kalo Konsel
Program tersebut melibatkan masyarakat dari etnis Muna, Bone dan Bulukumba sebagai pekerja. Bahkan Pekerja didatangkan langsung dari kabupaten Muna, Bulukumba dan Bone untuk melakukan penanaman. Hal ini berdasarkan keterangan dari Muhammad Zaid (Eks Juru Ukur dan Mandor Tanaman HTI 1989- 1994).
Karena kebutuhan akan pemukiman dan lahan pertanian, masyarakat saat itu menganggap wilayah SM. Tanjung Batikolo tersebut tidak bertuan dan berminat menempatinya dan tidak mengetahui bahwa lokasi yang ditempati adalah kawasan Konservasi SM Tanjung Batikolo.
kemudian saat dilakukan rekontruksi pal batas pada tahun 1999 oleh petugas, barulah kemudian masyarakat yang menempati kawasan SM.Tanjung Batikolo mengetahui dan menyadari bahwa yang mereka tempati adalah kawasan konservasi yang merupakan tanah negara.
Saat itu terdapat 12 Kepala Keluarga yang kemudian sampai saat ini berkembang menjadi sebuah perkampungan dan berdiri sebuah desa administratif dengan nama Desa Kalo-Kalo.
Reporter. Wayan Sukanta


1 Komentar