InternasionalMetro KendariNews

Tragedi Santa Cruz, Sejarah Kekejaman 12 November 1991 di Timor Leste

×

Tragedi Santa Cruz, Sejarah Kekejaman 12 November 1991 di Timor Leste

Sebarkan artikel ini
Tragedi Santa Cruz
Reka ulang pembantaian Santa Cruz, November 1998. (foto. Mark Rhomberg/ETAN-Wikipedia)

Video ini ditayangkan dalam dokumenter First Tuesday berjudul In Cold Blood: The Massacre of East Timor di ITV di Britania pada Januari 1992. Videonya juga tayang di beberapa dokumenter terkini. Rekaman Stahl, ditambah kesaksian Nairn, Goodman, dan rekan-rekan sejawatnya, memicu respons keras di seluruh dunia.

Program In Cold Blood: The Massacre of East Timor mendapat anugerah Amnesty International UK Media Awards pada tahun 1992.

Pemerintah Indonesia mengklaim insiden ini reaksi spontan atas kekerasan oleh pengunjuk rasa atau “kesalahpahaman” semata.Sejumlah pihak membantahnya dengan dua alasan utama: tentara Indonesia berkali-kali terbukti melakukan kekerasan massal di berbagai tempat seperti Quelicai, Lacluta, dan Kraras, lalu politikus dan perwira Indonesia selalu mengeluarkan pernyataan yang membenarkan tindak kekerasan ABRI.

Dua hari setelah peristiwa ini, Try Sutrisno, Panglima ABRI, mengatakan, “Tentara tidak bisa diremehkan. Pada akhirnya kami harus menembak mereka. Perusuh seperti ini harus ditembak, dan mereka pasti kami tembak.”

Buntut Pasca Pembantaian

Aktivis di seluruh dunia menyatakan sikap solidaritasnya dengan rakyat Timor Timur. Meski beberapa orang dan organisasi sudah memperjuangkan HAM dan penentuan nasib sendiri sejak awal pendudukan Timor Timur, aktivitas mereka mulai intens usai pembantaian 1991.

TAPOL, organisasi aktivis demokrasi Indonesia yang dibentuk tahun 1973 di Inggris, mulai memusatkan aktivitasnya di Timor Timur. East Timor Action Network dibentuk di Amerika Serikat dan langsung membuka cabang di sepuluh kota.

Organisasi solidaritas serupa didirikan di Portugal, Australia, Jepang, Jerman, Malaysia, Irlandia, dan Brasil.

Rekaman pembantaian ini ditayangkan di seluruh dunia sehingga membuat pemerintah Indonesia dipermalukan. Pemberitaan ini menunjukkan sebuah contoh bagaimana perkembangan media baru di Indonesia semakin mempersulit rezim Orde Baru dalam mengendalikan arus informasi keluar-masuk Indonesia, dan pada masa pasca-Perang Dingin di dekade 1990-an, pemerintah Indonesia mulai terus-terusan menjadi bulan-bulanan internasional.

Salinan rekaman pembantaian Santa Cruz disebarkan kembali ke Indonesia agar masyarakatnya bisa melihat sendiri tindakan yang ditutup-tutupi oleh pemerintahnya.

Sejumlah kelompok mahasiswa pro-demokrasi dan pers mahasiswa tidak hanya mulai berani membahas dan mengkritisi Timor Timur, namun juga mengenai Orde Baru, sejarah dan masa depan Indonesia secara keseluruhan.

Kongres Amerika Serikat memangkas anggaran program pelatihan IMET untuk militer Indonesia, tetapi penjualan senjata ke ABRI tetap berjalan.

error: Dilarang Keras Copy Paste!