“Mereka menyalahkan karena alasan kondisi ekonomi nasional juga memburuk sebesar 15,2 persen. Dan sebesar 7,8 persen menyatakan karena memang pemerintah tidak peduli terhadap ekonomi masyarakat,” kata Adjie.
Alasan Ketiga, traumanya masyarakat Sultra atas kasus korupsi gubernur sebelumnya. Data survei menunjukkan bahwa sebesar 61,8 persen masyarakat Sultra mengetahui bahwa Gubernur Sultra sebelumnya yaitu Nur Alam, pernah terjadi kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp4.3 triliun.
Kemudian dari mereka yang mengetahui kasus tersebut, sebanyak 94,1 persen mengetahui Gubernur Nur Alam pernah dipenjara karena kasus tersebut. “Dengan kasus korupsi yang pernah menimpa Gubernur Sultra sebelumnya, keinginan untuk calon gubernur yang bersih dari korupsi juga menjulang tinggi,” ungkapnya.
Survei LSI Denny JA dilakukan pada 8-17 Oktober 2024, dengan 800 responden. LSI Denny JA melakukan survei tatap muka (wawancara tatap muka) dengan menggunakan kuesioner kepada responden di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Sementara itu, margin of error survei ini sebesar 3,5 persen.
Baca Juga
Sekedar diketahui, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara non aktif, Nur Alam, akhirnya divonis 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 28 Maret 2018 lalu. Nur Alam juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar dan mencabut hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa hukumannya.
Nur Alam didakwa atas kasus korupsi penerbitan izin usaha pertambangan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), yaitu menerima gratifikasi yang dapat dikatakan suap Rp 40,2 miliar dari PT Richcorp Ltd, menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya dengan tujuan menguntungkan dirinya sebesar Rp 2,7 triliun dan PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun, serta mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 4,3 triliun yang berasal dari kerusakan lingkungan Rp 2,7 triliun dan kerugian negara Rp 1,5 triliun.
Oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Nur Alam, didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).