PERMATA Indonesia Desak Kepastian Hukum Pertambangan di Pesisir dan Pulau Kecil
Maka, pasal ini tidak bisa dimaknai sebagai larangan mutlak karena boleh ada pemanfaatan selain pemanfaatan prioritas.
“Kepentingan pemanfaatan lain tidak dilarang. Namun, apabila dalam keadaan yang sama-sama diperlukan dan ada keterbatasan sumber daya lingkungan, maka kepentingan prioritaslah yang diutamakan,”
“Lalu, jika hanya ada satu rencana pemanfaatan, tetapi tidak masuk kepentingan prioritas, maka pemanfaatan itu tidak dilarang untuk dijalankan,”
“Dan apabila sumber dayanya cukup, lalu ada pemanfaatan yang masuk prioritas dan ada yang tidak masuk prioritas, maka pemanfaatan dapat dilaksanakan bersama-sama,” jabarnya.
Berlanjut pada pemaknaan Pasal 35 huruf k UU PWP3K, Dr. Aan menerangkan adanya dua operator norma, yaitu kata “dilarang” dan “apabila”. Dengan metode penafsiran harfiah berdasar KBBI, maka kata “larang/terlarang” dapat diartikan sebagai “tidak diperbolehkan/tidak diperkenankan” dan kata “apabila” diartikan dengan “jika/atau”.
“Artinya (penambangan) boleh dilakukan dengan syarat. Larangan ini pun bersifat kondisional dan setelah aktivitas berjalan, bukan secara mutlak. Pemaknaan ini sejalan dengan tafsiran pihak dari pemerintah,” terang Dr. Aan.


Tinggalkan Balasan