Namun setelah ditelusuri lebih jauh mengenai bukti kepemilikan lahan pelapor, ternyata banyak yang tidak sesuai dan saling bertentangan.
Berdasarkan kuitansi jual beli 1993 menerangkan bahwa Indra Sutjahja membeli tanah dari H. Djamaludin pada tanggal 16 April 1993, seluas 1,5 Ha yang terletak di Desa Sopura (kini bernama Desa Hakatotobu), senilai Rp1.350.000. Pembelian tersebut adalah bersifat pribadi bukan pembelian atas nama perusahaan PT BMW.
Tetapi anehnya, pada saat Indra Sutjahja menjual tanah seluas 2 Ha senilai Rp1.000.000.000 tertanggal 13 November 2010 kepada pelapor, justru Indra Sutjahja menjual bukan atas nama pribadi, tetapi atas nama Lukman Priosetanto sebagai Direktur Utama PT BMW.
Anehnya lagi, dalam Surat kuasa 001/BMW 2010, kuasa dari Direktur Utama PT BMW kepada Indra Sutjahja yang menjadi dasar jual beli dengan pelapor, tidak ada satupun klausul yang menyebutkan bahwa Indra Sutjahja diberikan kuasa untuk menjual tanah, tetapi hanya diberikan kuasa untuk mengurus atau menyelesaikan penyerahan lokasi basecamp kepada instansi/perusahaan yang bersangkutan.
Sehingga menjadi pertanyaan apa yang menjadi dasar Indra Sutjahja menjual tanah kepada pelapor karena dalam SK 001/BMW 2010 tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa Indra Sutjahja diberikan kuasa untuk menjual tanah PT BMW.
Demikian pula adanya perbedaan luas lahan antara kuitansi jual beli 1993 yang hanya 1.5 Ha dan pembuatan jual beli tanah (PJBT) tahun 2010 seluas 2 Ha. Kemudian tidak disebutkan mengenai batas-batas tanah, sehingga tidak jelas lokasi dan posisi objek tanah.
Baca Juga
“Dari ketiga bukti surat pelapor yakni kuitansi jal beli 1993, PJBT 2010
dan SK 001/BMW 2010 ternyata tidak saling bersesuain dan justru saling
bertentangan sehingga patut diduga bahwa bukti-bukti tersebut adalah palsu atau setidak-tidaknya diragukan kebenarannya,” jelas dia.
Dia juga menjelaskan, PT BMW selaku perusahaan pengolah kayu tidak memiliki hak atas tanah dan bangunan. Sebab, lokasi pembangunan basecamp termasuk Masjid berada diarea lahan konsesi PT Antam Tbk.
Hal itu sebagaimana, tertuang dalam surat perjanjian Penggunaan Konsesi dan Fasilitas Pelabuhan Nomor: 06/244/KUNP/1991 Nomor : 013/BMW-LDR/VI/91 tertanggal 3 Juni 1991 tentang PT Antam Tbk memberikan izin kepada PT BMW untuk menggunakan lahan konsesi PT Antam Tbk guna pembangunan logpond (penampungan kayu) dan basecamp.
“Lokasi pembangunan logpond dan base camp termasuk lokasi Masjid tidak masuk dalam areal Hak Pengusahaa Hutan (HPH) tetapi merupakan lahan konsesi PT Antam Tbk. sehingga sebelum dibangun logpond dan base camp termasuk mushola, PT BMW melakukan Perjanjian Penggunaan Konsesi,” tuturnya.
Jadi secara garis besarnya, lokasi pembagunan basecamp dan Masjid tersebut bukan milik H. Djamaludin yang sudah dijual, melainkan lahan konsesi PT Antam Tbk, yang kini sudah dikuasai oleh masyarakat sejak tahun 2001, setelah PT BMW berhenti beroperasi, dibuktikan dengan sertifikat hak milik.
Kemudian terkait masjid, memang awalnya berbetuk musholah kecil...