Berdasarkan peraturan di Saudi saat ini, hukuman bagi pengonsumsi atau kepemilikan alkohol dapat mencakup denda, hukuman penjara, cambuk di depan umum, dan deportasi bagi orang asing yang tidak berwenang.
Dokumen tersebut juga mengatakan pihak berwenang sedang merencanakan “kerangka peraturan baru” yang akan memungkinkan “jumlah tertentu” alkohol yang dapat dibawa oleh para diplomat guna “mengakhiri penyelundupan barang-barang tersebut yang tak terkendali”, tambahnya.
Selama bertahun-tahun staf diplomatik harus menggunakan “kantong diplomatik” mereka, yang tidak dapat disentuh oleh pihak berwenang di Arab Saudi. Kantong itu digunakan, antara lain, untuk membawa minuman beralkohol dalam jumlah terbatas.
Bagaimanapun, keputusan Saudi untuk membuka toko minuman beralkohol merupakan langkah terbaru dari rangkaian inisiatif yang dikenal sebagai “Visi 2030”.
Visi ini bertujuan meliberalisasi masyarakat Saudi di bawah putra mahkota dan penguasa de facto negara tersebut, Mohammed bin Salman.
Negara-negara Teluk lainnya menerapkan aturan serupa.
Baca Juga
Namun, Uni Emirat Arab dan Qatar juga mengizinkan penjualan alkohol kepada non-Muslim yang berusia di atas 21 tahun di hotel, klub, dan bar.
Tidak ada indikasi dari dokumen Saudi bahwa pemerintah di sana mempertimbangkan untuk melakukan hal yang sama.
Meskipun alkohol dilarang dalam Islam, Arab Saudi tidak melarang kehadirannya hingga tahun 1952.
Hal ini berubah setelah Mishari bin Abdulaziz Al-Saud, seorang pangeran, menembak mati Cyril Ousman, Wakil Konsul Inggris di Jeddah, pada tahun 1951 karena menolak menuangkan minuman lagi untuknya di sebuah acara.
Setahun kemudian, Raja Abdulaziz memberlakukan larangan total terhadap alkohol. Mishari kemudian dihukum atas dakwaan melakukan pembunuhan.