InternasionalMetro KendariNews

Tragedi Santa Cruz, Sejarah Kekejaman 12 November 1991 di Timor Leste

×

Tragedi Santa Cruz, Sejarah Kekejaman 12 November 1991 di Timor Leste

Sebarkan artikel ini
Tragedi Santa Cruz
Reka ulang pembantaian Santa Cruz, November 1998. (foto. Mark Rhomberg/ETAN-Wikipedia)

METROKENDARI.ID – Pembantaian Santa Cruz (atau Pembantaian Dili) adalah peristiwa penembakan kurang lebih 250 pengunjuk rasa pro-kemerdekaan Timor Timur di pemakaman Santa Cruz, Dili, pada tanggal 12 November 1991, di tengah pendudukan Indonesia di Timor Leste. Peristiwa ini diakui sebagai bagian dari genosida Timor Timur.

Sejarah

Pada bulan Oktober 1991, sebuah delegasi yang terdiri dari anggota parlemen Portugal dan 12 orang wartawan dijadwalkan akan mengunjungi Timor Timur. Para mahasiswa telah bersiap-siap menyambut kedatangan delegasi ini.

Namun rencana ini dibatalkan setelah pemerintah Indonesia mengajukan keberatan atas rencana kehadiran Jill Joleffe sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.

Pembatalan ini menyebabkan kekecewaan mahasiswa pro-kemerdekaan yang berusaha mengangkat isu-isu perjuangan di Timor Timur. Kekecewaan ini menyebabkan situasi memanas antara pihak pemerintah Indonesia dan para mahasiswa.

Puncaknya pada tanggal 28 Oktober, pecah konfrontasi antara aktivis pro-integrasi dan kelompok pro-kemerdekaan yang pada saat itu tengah melakukan pertemuan di gereja Motael Dili. Pada akhirnya, Afonso Henriques dari kelompok pro-integrasi tewas dalam perkelahian dan seorang aktivis pro-kemerdekaan, Sebastião Gomes yang ditembak mati oleh tentara Indonesia.

Pembantaian

Saat tentara Indonesia berhadap-hadapan dengan pengunjuk rasa, beberapa demonstran dan seorang mayor, Geerhan Lantara, ditusuk. Stahl mengklaim Lantara menyerang pengunjuk rasa, termasuk seorang anak perempuan yang mengibarkan bendera Timor Leste.

Aktivis FRETILIN, Constâncio Pinto, mengatakan beberapa orang mengaku dipukuli oleh tentara dan polisi Indonesia. Saat iring-iringan warga mulai memasuki areal TPU, beberapa orang terus berunjuk rasa di depan pagar dan 200 tentara dikerahkan sambil menenteng senjata ke arah kerumunan.

Di dalam TPU, tentara melepaskan tembakan ke arah ratusan warga sipil tak bersenjata. Sedikitnya 250 warga Timor Timur tewas dalam peristiwa ini. Salah satu korban jiwa adalah warga negara Selandia Baru, Kamal Bamadhaj, seorang mahasiswa ilmu politik dan aktivis hak asasi manusia yang kuliah di Australia.

Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis Amerika Serikat, Amy Goodman dan Allan Nairn, dan direkam oleh Max Stahl yang diam-diam membuat liputan untuk Yorkshire Television di Britania Raya.

Saat Stahl sedang merekam, Goodman dan Nairn mencoba “melindungi warga Timor” dengan berdiri di antara mereka dan tentara Indonesia. Beberapa tentara mulai memukuli Goodman. Nairn juga dipukuli dengan senapan saat mencoba melindungi Goodman; tengkoraknya retak.

Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita video tersebut ke Australia. Mereka memberikannya kepada Saskia Kouwenberg, wartawan Belanda, untuk menghindari penangkapan dan penyitaan oleh pihak berwenang Australia, yang telah diinformasikan oleh pihak Indonesia dan melakukan penggeledahan bugil terhadap para juru kamera itu ketika mereka tiba di Darwin.

error: Dilarang Keras Copy Paste!