Pendapat Ahli
Ahli geologi Cherry Lewis mengatakan, perpecahan itu mungkin adalah karya alam. Lewis, yang merupakan peneliti kehormatan di Universitas Bristol, menggambarkan batu tersebut sebagai pemandangan yang luar biasa.
“Batu itu bisa terbentuk karena proses yang disebut pelapukan ‘freeze-thaw’ (membeku lalu mencair) yang terjadi ketika air masuk ke celah kecil di batu. Saat suhu turun, air membeku dan mengembang yang menyebabkan retakan melebar dan memanjang,” ujarnya.
“Saat mencair, air masuk semakin dalam ke celah. Proses ini berulang selama ribuan, atau bahkan jutaan tahun hingga akhirnya batu itu terbelah. Proses ini, ditambah dengan erosi angin di lingkungan gurun, juga kemungkinan terjadinya ledakan pasir juga bisa menjelaskan mengapa batu itu bisa berdiri sendiri seperti itu,” urainya.
Baca Juga
Lewis mengatakan, efek ledakan pasir juga bisa menciptakan permukaan depan yang mulus jika menghadapi angin yang bertiup. Dia juga tidak menutup kemungkinan pada teori bahwa batu itu sengaja dipotong susah payah oleh manusia untuk keperluan tertentu.
“Jika mengingat bahwa peradaban zaman kuno bisa menciptakan Stonehenge dan patung-patung di Pulau Paskah dengan peralatan seadanya, tampaknya tidak mustahil jika bentuk batu itu dibuat oleh manusia,” sebutnya.
Formasi batuan ini sendiri terletak tak jauh dari penggalian arkeologi yang sebelumnya telah menemukan batu api yang berasal dari milenium ke-4 SM. Kaya akan sejarah, Tayma merupakan kediaman Raja Babilonia Nabonidus pada pertengahan abad ke-6 SM. Oasis di wilayah itu, berada di jalur perdagangan dari Madinah modern ke Al Jawf, yang kemudian menjadi tempat populer bagi para pedagang.