Pelatihan: Pelatihan rutin (setidaknya setiap tahun) diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait standar Halal.
Manajemen Bahan: Klasifikasi dan dokumentasi bahan yang tepat sebagai Halal atau non-Halal.
Fasilitas produksi: Fasilitas harus mematuhi standar Halal, mencegah kontaminasi silang.
Prosedur Kegiatan Kritis: Prosedur rinci untuk material baru atau perubahan dalam proses produksi.
Penanganan Produk yang Tidak Sesuai: Berencana untuk memusnahkan atau menarik kembali produk yang tidak patuh.
Standar Produk: Produk tidak boleh menyerupai barang haram, dan semua varian dalam suatu merek harus mematuhi pedoman Halal.
Kemampuan Pelacakan: Sebuah sistem untuk melacak semua produk bersertifikat hingga bahan dan proses produksinya.
Kesalahpahaman Umum Tentang Sertifikasi Halal
Baca Juga
Sertifikasi Halal bersifat Permanen: Sertifikasi harus diperbarui secara berkala, biasanya setiap empat tahun.
Hanya Bisnis Milik Muslim yang Dapat Mendapatkan Sertifikasi Halal: Setiap bisnis dapat mengajukan sertifikasi Halal jika mereka mematuhi standar Halal.
Sertifikasi Halal Sangat Mahal dan Memakan Waktu: Meskipun ada biaya yang harus dikeluarkan, namun secara umum biaya tersebut wajar, terutama bagi UMKM.
Sertifikasi Halal Hanya Berfokus pada Produk Akhir: Seluruh rantai pasokan harus mematuhi standar Halal.
Semua Bahan Membutuhkan Sertifikasi Individu: Tidak semua bahan memerlukan sertifikasi terpisah jika termasuk dalam Daftar Positif.
Tim Manajemen Halal: Tim tidak harus beragama Islam tetapi harus memahami dan memastikan kepatuhan terhadap HAS 23000.
Sertifikasi Halal Asing Tidak Diakui: Sertifikasi asing dapat diterima jika memenuhi peraturan Indonesia.
Persyaratan Unik di Indonesia
Indonesia memiliki persyaratan khusus seperti menghindari nama atau...