Pilkada dengan satu pasangan calon dilaksanakan dengan tetap memberi kesempatan kepada pemilih untuk menyatakan “setuju” atau “tidak setuju”. Dimana, dalam surat suara akan ada satu kotak kosong di samping gambar pasangan calon.
“Artinya, pemilih tetap diberi keleluasaan untuk menentukan pilihannya. Kalau setuju dengan pasangan calon tunggal pasti memilih gambar paslon. Kalau tidak setuju, berarti memilih kolom yang kosong itu,” terang Sakti.
Dalam Pilkada, fenomena pasangan calon tunggal bukan merupakan hal baru. Dikutip dari situs Bawaslu RI, pada Pilkada 2015 ada tiga calon tunggal, lalu Pilkada 2017 bertambah menjadi sembilan calon tunggal, kemudian dalam Pilkada 2018 bertambah menjadi 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 naik menjadi 25 calon tunggal.
Lalu, pada pilkada 2024 ini terdapat 48 pasangan calon. Terdiri dari satu pasangan calon gubernur, 42 pasangan calon bupati, dan lima pasangan calon wali kota.
Baca Juga
Menurut Sakti, ada beberapa hal yang menyebabkan lahirnya calon tunggal. Di antaranya, calon tunggal tersebut memiliki jejaring yang luas dan pandai membangun komunikasi politik di tingkat elite parpol.
Lalu, parpol realistis dan hati-hati dalam menjatuhkan dukungan ke pasangan calon.
“Tentu popularitas dan elektabilitasnya yang bagus, serta diterima masyarakat menjadi pertimbangan utama. Parpol pasti realistis, sehingga mendukung pasangan calon yang memiliki peluang besar memenangkan pilkada,” tuntas Sakti.
Reporter. Wayan Sukanta