Nasional

Mengenal Produk Indikasi Geografis Java Preanger Tea dari Bumi Parahyangan

×

Mengenal Produk Indikasi Geografis Java Preanger Tea dari Bumi Parahyangan

Sebarkan artikel ini
Teh
Kebun Teh (Foto.IST)

METROKENDARI.COM – Teh adalah sebuah minuman yang tidak mengenal usia, ia begitu mudah didapatkan dan dinikmati.

Teh dikonsumsi karena berbagai alasan. Ada yang menyeduhnya untuk mendapatkan manfaat kesehatan, ada pula yang menikmatinya sebagai bagian dari tradisi keseharian mereka.

Sama seperti kopi, teh juga memiliki karakteristik rasanya sendiri-sendiri. Kualitas dari sebuah produk teh dipengaruhi oleh banyak faktor seperti waktu memetik atau panen teh, proses produksi, hingga ketinggian lokasi penanaman teh itu sendiri.

“Di Indonesia, ada varian teh unggulan yaitu Teh Java Preanger yang diambil dari Bahasa
Belanda berarti Parahyangan. Teh yang telah terdaftar sebagai Indikasi Geografis ini berasal
dari perkebunan teh di wilayah Priangan, tepatnya di daerah Gamboeng, Desa Mekarsari,
Bandung Selatan,” ucap Erdiansyah Rezamela, Kepala Divisi Penelitian di Pusat Penelitian Teh
dan Kina pada kegiatan Kunjungan Delegasi Malaysian Intellectual Property Office (MyIPO)
pada 03 Oktober 2023.

BACA JUGA :Mobile IP Clinic 2023 Menstimulus Peningkatan Permohonan KI Nasional Hingga Lebih dari 17,92%

Teh Java Preanger merupakan teh yang dibudidayakan di wilayah dataran tinggi Jawa Barat, dengan ketinggian tempat mulai dari 600 mdpl. Secara agroklimat (Ilmu Yang mempelajari Iklim) ketinggian tersebut cocok untuk budidaya tanaman teh. Ketinggian tempat juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan mutu teh yang dihasilkan.

Erdiansyah menuturkan berdasarkan hasil uji organoleptik (uji indra atau uji sensorik manusia), karakteristik Teh Java Preanger lebih terletak pada kekhasan rasa dan aroma air seduhan produk teh yang berasal dari lokasi kebun atau tanaman teh yang bersangkutan di Pegunungan Jawa Barat.

Hasil uji air seduhannya harus dapat mencapai syarat mutu baik sampai dengan sangat baik serta terdapat ketentuan dalam pemetikan pucuk teh untuk mendapat pucuk teh
yang berkualitas.

“Pada kondisi normal, pemetikan dilakukan pada pagi-pagi hari sampai dengan sekitar pukul 10.00 WIB. Pemetikan hanya mengambil pucuk peko saja (tanpa daun terbuka) secara hati-hati, dijaga agar peko tidak ada penekanan dalam genggaman tangan. Pemetikan hanya terhadap pucuk yang memenuhi syarat petik produksi harian,” ungkap Erdiansyah.

BACA JUGA :Gandeng Kemenkumham, Kadin Sultra Siap Fasilitasi Pelaku UMKM Cetak E-Katalog

Ia menjelaskan dalam rangka menghasilkan teh yang bermutu tinggi, penanganan pucuk teh yang dipanen sebagai bahan baku perlu ditangani sebaik mungkin sebelum diproses dari kebun sampai ke pabrik. Kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan tanaman semuanya bertujuan untuk menghasilkan kualitas catechin dan kafein yang tinggi karena senyawa ini berperan dalam rasa dan warna.

“Pucuk peko dimasukkan sedikit demi sedikit ke wadah yang telah ditentukan lalu masing-masing wadah yang telah berisi peko diserahkan ke mandor petik untuk di cek dan dikirim ke pabrik. Kita kirimkan sesegera mungkin ke pabrik teh untuk menghindari penurunan kualitas akibat reaksi kimia dari pucuk peko yang tidak terkendali,” lanjut Erdiansyah.

Menurutnya pengangkutan peko harus dilakukan secara hati-hati dengan menghindari penumpukan peko saat pengangkutan dari kebun ke pabrik dan jangan sampai terjadi panas dan memar. Ketika sampai di pabrik, daun teh peko yang telah dipanen diserahterimakan kepada petugas penerima di pabrik teh melalui pass box (kotak penerimaan pucuk) lalu petugas penerima akan mencatat berat, jam datang, dan asal pucuk untuk dilakukan proses pengolahan.

error: Dilarang Keras Copy Paste!