IAC juga merujuk pada hasil riset dari Universitas Liverpool, yang
memperkirakan bahwa Lenacapavir versi generik dapat diproduksi secara massal
dengan harga $63-$93 PPY, dan bisa turun menjadi $26-$40 PPY apabila volume
produksi mencapai 10 juta. Estimasi tersebut sudah memperhitungkan margin
keuntungan sebesar 30%, dan hanya 1/1000 dari harga yang dijual saat ini. Perbedaan
yang mencolok ini menegaskan bahwa harga Lenacapavir sangat tidak masuk akal,
dan menunjukkan pentingnya upaya advokasi demi mendorong produksi versi generik yang lebih terjangkau.
“Monopoli
tidak berdasar atas obat-obatan esensial tidak boleh dibiarkan,” ujar
Aditya. “Kita tidak bisa membiarkan kondisi ini terus
berlanjut. Lenacapavir memiliki potensi besar untuk mengakhiri epidemi AIDS,
jika dapat diakses oleh semua yang membutuhkan, bukan hanya mereka yang mampu
membayar. Semakin lama akses publik ke Lenacapavir ditunda, maka akan semakin
banyak kasus infeksi baru atau bahkan kematian akibat AIDS di dunia.
Lenacapavir harus tersedia secara cepat, berkelanjutan, dalam jumlah yang
cukup, serta dengan harga terjangkau bagi semua.”
Baca Juga
Banding paten
yang dilakukan oleh IAC ini merupakan bagian dari upaya advokasi untuk
menentang monopoli paten oleh perusahaan-perusahaan farmasi besar yang
menghambat akses ke pengobatan esensial di negara-negara berkembang. Melalui
Konsorsium Make Medicines Affordable yang dipimpin oleh ITPC, berbagai
organisasi berbasis komunitas di India, Argentina, Indonesia, Vietnam, dan
Thailand telah mengajukan 9 permohonan banding paten atas Lenacapavir milik
Gilead. Organisasi-organisasi
tersebut adalah Thai Network of People living with HIV (TNP+), Delhi Network of
Positive People (DNP+), Fundación Grupo Efecto Positivo, Vietnam Network of
People living with HIV (VNP+), dan Indonesia AIDS Coalition (IAC).
“Kita perlu segera
membuka akses ke Lenacapavir dan memastikan bahwa inovasi ini bisa dimanfaatkan
oleh semua orang, tanpa terkecuali,” lanjut Ferry Norila, Communication,
Campaign, and Advocacy Coordinator IAC. “Saat
ini, akses ke Lenacapavir terhalang oleh berbagai paten sekunder. Padahal, UU
Paten Indonesia, melalui Pasal 4(f) tidak memperbolehkan adanya paten terhadap
penggunaan ataupun bentuk baru dari senyawa yang sudah dikenal tanpa adanya
peningkatan manfaat. Monopoli paten, sebagaimana dengan yang dilakukan oleh
Gilead, membatasi masuknya produsen generik dan menghambat akses ke obat-obatan
yang terjangkau di Indonesia.“