Menyikapi fenomena ini, Zullies mengimbau masyarakat khususnya orang tua untuk tetap tenang dan tidak panik. Saat ini masyarakat diminta mengikuti saran dari Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter dan lainnya untuk menghindari konsumsi obat bentuk sirup hingga diperoleh hasil yang lebih pasti.
Jika anak-anak mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek sebaiknya mengonsumsi obat parasetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, atau bentuk lainnya.
Sebagai upaya mengurangi rasa pahit bisa ditambahkan pemanis yang aman bagi anak. Jangan lupa untuk selalu berkonsultasi dengan dokter maupun apoteker mengenai efek penggunaan obat.
“Untuk parasetamol yang sifatnya mengurangi gejala, mungkin penggunaan sirup lebih berisiko ketimbang manfaatnya saat ini, dimana sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran bahan yang bisa membahayakan. Untuk itu bisa dicoba dalam bentuk puyer atau bentuk lainnya,” jelas Zullies.
Dampak dari Imbauan Penghentian Obat Sirup
Baca Juga
Imbauan untuk tidak menggunakan obat dalam bentuk sirup untuk semua pengobatan menjadi keputusan yang sangat dilematis. Terlebih, obat dalam bentuk sirup banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan tablet atau kapsul.
Penghentian penggunaan obat sirup akan berdampak bagi anak-anak penderita penyakit kronis yang harus minum obat rutin berbentuk sirup dimana dalam penggunaannya selama ini tidak menimbulkan efek samping membahayakan.
Sebagai contoh, anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, maka ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya bisa saja mengakibatkan kejang yang tidak terkontrol.
“Mestinya ini diatur dengan bijaksana dengan tetap mempertimbangkan risiko dan manfaat. Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan penggunaan (obat) sirup sehingga disarankan penghentiannya, tetapi harusnya tidak disamaratakan ya,” pungkasnya.