G-Algae (Green dan Gold Algae) inovasi Carbon Capture terbaru untuk air quality dan biomassa bekerjasama dengan Periset Biokimia ITB berhasil di instalasi di klien perdana PT Lokakarya Inovasi (Jubelo)
Sebuah pionir teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbondioksida (CCS) terbaru yang menggunakan bahan berbasis alga hijau (G-algae) dalam bioreaktor sedang dikembangkan di Indonesia melalui kolaborasi Greenlabs Indonesia dan Jubelo.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) teknologi CCS merupakan salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan mengurangi emisi CO2 ke atmosfer. Saat ini teknologi CCS sudah dikenal sejak lama oleh kalangan industri.Prosesnya meliputi pemisahan dan penangkapan CO2 dari sumber emisi gas buang, pengangkutan CO2 yang ditangkap ke lokasi penyimpanan (transportation), dan penyimpanan di tempat yang aman (storage).
Dalam pengembangan teknologi tersebut, Greenlabs mendapat klien utama yaitu Jubelo dalam pengembangan phototank Alga. Kolaborasi ini berupa Greenlabs yang inovasi alga bekerjasama dengan periset Biokimia ITB dan Jubelo menyediakan unit sensor.
Selain itu, pembuatan photo tank penyerap CO2 ini juga didukung oleh Program Dana Pendampingan (Kedaireka) DIKTI Kementerian Pendidikan dan Ristek Tahun 2024.
Baca Juga
Pada tanggal 22 Maret 2024 di Bandung, instalasi G-algae yang kedua berhasil dilakukan oleh Greenlabs dan Jubelo. Terlihat bahwa G-algae bekerja secara optimal dengan menyerap CO2 secara baik. Sedangkan sebelumnya instalasi pertama G-algae dilakukan di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Teknologi CCS menggunakan mikroalga hijau dengan spesies nannochloropsis yang memiliki Carbon Concentrating Mechanism (CCM) yang dapat menyerap polutan CO2 dan melepaskan oksigen O2.
Melalui 200 L mikroalga mampu menyerap 10-20 kg CO2 per tahun atau setara dengan kemampuan 1-2 tanaman tingkat tinggi.
Serta sistem sensor untuk memantau kualitas udara sekitar. Phototank ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas udara di perkotaan dengan minimal 100 L x 2 untuk menyerap CO2 hingga 20 kg setiap tahunnya, dan meningkatkan kualitas udara di sekitarnya.
Produk alga ini selain memiliki potensi estetika dan penyerap CO2, juga dapat dimanfaatkan menjadi biomassa seperti pupuk, biosilika, dan minyak. Dari alga tersebut, dalam waktu sekitar sebulan agar bisa menghasilkan produk lain berupa biomassa, dan bisa dimanfaatkan kembali.
Selain itu, teknologi ini bisa dipasang di berbagai tempat dan fasilitas umum seperti trotoar. Kemudian, teknologi ini dapat mengarah pada bangunan atau infrastruktur ramah lingkungan yang berkelanjutan. Saat ini banyak institusi yang menginginkan bangunan hijau berkelanjutan, dan alga ini bisa menjadi alternatif.