KriminalNews

Fakta Brimob Polda Sultra Dituding Intimidasi Warga dan Polemik Lahan Resettlement Polri

×

Fakta Brimob Polda Sultra Dituding Intimidasi Warga dan Polemik Lahan Resettlement Polri

Sebarkan artikel ini
Dansat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Adarma Sinaga

Sejarah Lahan Brimob Polda Sultra yang Kini Dipersoalkan oleh Langa

Pada tahun 1970-an, awalnya tanah di Desa Lamomea, dahulunya merupakan hamparan hutan belantara. Hutan ini dijadikan sebagai tempat perburuan oleh warga sekitar untuk mencari Rusa dan Anoa.

Adanya kondisi itu, membuat warga pada saat itu enggan menjadi areal tersebut untuk digarap karena masih alami dengan keberagaman hewan buas lainnya.

Seiring dengan perkembangan waktu, tahun 1980-an Panglima ABRI Jenderal Muhamad Yusuf mengeluarkan Program Transmigrasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan anggota ABRI terutama yang sudah pensiun, maka Tanah Hutan tersebut dijadikan Areal Tranmigrasi Lokal oleh para Purnawirawan Polri seluas 120 Ha.

Untuk menindak lanjuti rencana Panglima ABRI tersebut, Berdasarkan Surat Kadapol XIV Sulselra No.Pol.: 18 / 3029/ XII / 1977 tanggal 6 Desember 1977 yang isinya antara lain, agar Para Dan/Ka. mengusahakan areal tanah di daerahnya untuk calon lokasi Restlement.

Tahun 1977, Danres 1451 Kendari berkoordinasi dengan Camat Ranomeeto Abdul Samad, tentang program Panglima ABRI Jenderal M. Yusuf saat itu untuk mensejahterakan Anggota ABRI. Sehingga dibutuhkan Lokasi tanah untuk Program Resetlemen Polri tersebut.

Tahun 1977, Kepala Desa (Kades) Lamomea, Muhammad Yamin, sebagai perpanjangan tangan Camat Ranomeeto, menunjuk areal persiapan Resetlemen Polri dan melaporkannya kepada Camat Ranomeeto, Abdul Samad.

Lalu pada tahun 1978, Abdul Samad, Danres 1451 Kendari dan Muhammad Yamin, H.Surabaya dan H. Lahusweng serta Brigadir (Pur) Aladin turun ke lokasi untuk meninjau Tanah Lokasi Persiapan Resetlemen Polri.

Berdasarkan Surat Kapolres Kendari No.Pol.: Log res / 1851 /2/ I / 1978 tanggal 2 Januari 1978, melaporkan bahwa tanah yang dimaksud telah disiapkan.

Lanjut pada Tahun 1979, Camat Ranomeeto mengajukan Permohonan tertulis kepada Direktorat Agraria untuk melakukan pengukuran dari tanah yang ditunjuk Muhammad Yamin untuk Persiapan Resetlemen Polri. Kemudian hasil pengukuran diserahkan ke Bupati Daerah Tingkat (Dati) II Kendari yang saat itu dijabat oleh Andri Jufri.

Sehingga, keluarlah Surat Keputusan Pemerintah Kabupaten Tingkat II Kendari Nomor : 137 /1980 tanggal 6 Agustus 1980 tentang Penunjukan Areal Tanah Negara Bebas di Desa Lamomea Kecamatan Ranomeeto untuk Lokasi Persiapan Resettlement Polri dengan LUAS TANAH 120 Ha.

Persiapan Resetlement Polri itu juga berdasarakan Surat Keputusan Pemerintah Kabupaten Tingkat II Kendari Nomor : 187 /1980 tanggal 11 Oktober 1980, tentang Penunjukan Areal Tanah Negara Bebas di Desa Lamomea Kecamatan Ranomeeto untuk Penambahan Lokasi Persiapan Resettlement Polri dengan luas tanah 15 Ha.

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1981 ternyata telah ditemukan berupa parit dan pagar kebun milik Ahmad Malaka. Sehingga pada saat itu Pemda Kota Kendari langsung melakukan ganti rugi Tanah Seluas 12 Ha dengan nilai Sebesar 1 Juta Rupiah kepada Ahmad Malaka.

Kemudian selanjutnya, berdasarkan Surat Kadapol XIV Sulselra No.Pol.: B/2447/XI/1982 tanggal 18 November 1982, dijelaskan terkait perihal larangan penerbitan sertifikat hak milik di atas areal tanah pemukiman Polri unit IV Lamomea Kecamatan Ranometo.

Surat Keputusan Kapolwil Sultra An Kapolda Sulselra No. Pl.: Skep / 33 / XII / 1986 tanggal 31 Desemeber 1986 tentang Penunjukan Para Purnawirawan Polri (Warga Pemukiman Polri Unit IV ) untuk mendapatkan Tanah garapan.

“Tercantum namanya dalam lampiran I SK 33/86 ini, apabila tidak menggarap lahannya dalam jangka 6 (enam) bulan, maka tanah garapan tersebut DITARIK.”

“Tercantum namanya dalam lampiran II SK 33/86 ini, apabila tidak menggarap lahannya dalam jangka 3 (tiga) bulan, maka tanah garapan tersebut DITARIK.”

Agar Lebih terarah Pelaksanaan Program Translok sehingga Berdaya guna dan Berhasil guna serta Penguasaan Tanah lebih Maksimal, maka Kapolda Sulselra ketika itu mengeluarkan Surat Keputusan No.Pol.: Skep/142/III/1992 tanggal 12 Maret 1992 tentang Mengangkat/ Menunjuk para Kapolres sebagai Pembina Pemukiman Polri di wilayah masing-masing.

Sehingga kebijakan Kapolres Kendari menunjuk beberapa anggota Polri yang masih aktif untuk menggarap lahan yang belum terbagi kepada purnawirawan dengan tujuan untuk menguasai lahan.

Dengan bergulirnya reformasi di tahun 1998 maka terbentuklah Polda Sultra. Sehingga kebutuhan pasukan sesuai dengan tuntutan kondisi situasi Kamtibmas di era reformasi, yang mana Fungsi Kepolisian di kedepankan dalam Penegakan Hukum, Perlindungan dan Pengayoman masyarakat serta pemberantasan KKN yang mana disisi lain kondisi Polda Sultra yang baru Mekar dan banyak membutuhkan Personil, maka pada tahun 1997 Lulusan Bintara PK dari SPN Batua sebanyak 150 orang dan 87 orang Lulusan Tamtama dari Watukosek ditempatkan pada Fungsi Brimob di Polda Sultra.

Dengan situasi anggota Sat Brimob Polda Sultra yang belum memiliki Markas Komando tersendiri, maka pada tahun 1998 Letnan Kolonel Juned Ahmad (Wakapolda Sultra) melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada warga Translok Purnawirawan Polri yang mendiami areal 120 Ha Tanah Resettlemen Polri, untuk meminta sebagian dari tanah Resetlemen untuk dibangun Markas Komando Sat Brimob Polda Sultra. dengan dasar Surat Deputi Logistik Polri An. Kapolri No.Pol.: B/1715/V/1998/ASLOG tanggal 20 Mei 1998.

Lahan Resettlement Polri
Bukti surat ganti rugi lahan

Pada tahun 2000, Markas Komando Sat brimob Polda Sultra dibangun serta fasilitas-fasilitas latihannya secara bertahap. Mulai dari barak-barak Remaja, barak siaga, Gedung Kantor Utama, Lapangan Tembak dan Halang Rintang, Perumahan Perwira dan Bintara terakhir Gedung Rusunawa “Satya Haprabu”.

Sejak awal berdirinya Markas Komando di atas tanah Resettelemen Polri, maka tanah disekitar Desa Lamomea harganya meningkat sehingga mengundang perhatian para mafia-mafia tanah untuk memperjual belikan tanah yang masih kosong, tidak terkecuali diatas tanah resettelemen Polri.

Kemudian, pada tahun 2001, beberapa orang melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri kendari terkait tanah seluas 12,5 hektar yang berada di area milik Polri. Beberapa yang melakukan gugatan perdata yaitu Lasemi Arif Pombili, Wedodoi, Suleman Lamo, ST. Asri B, Hataf dan Lamengo.

Namun gugatan keenam orang tersebut kalah dan Pengadilan menyatakan dimenangkan oleh pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari.

Namun selanjutnya pada tahun 2003, Lasemi Arif Pombili dan beberapa orang lainnya kembali mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sultra . Namun lagi-lagi kalah dan dimenangkan kembali oleh Pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari pada saat itu.

Lahan Resttlemen Polri
Bukti kwitansi pembayaran ganti rugi lahan

Kemudian apda tahun 2004, Lasemi Arif Pombili dan orang-orangnya melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Namun tetap, dalam putusan kasasi itu dimenangkan oleh pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari dengan Nomor : 1844K/PDT/2005.

Pada tahun 2014 Kasat Brimob Kombes Pol. Drs. Udeng Kusumawijaya, melakukan penggalian Parit untuk membatasi tanah Brimob dari tanah Masyarakat.

Lalu pada tahun 2015 Kasat Brimob Kombes Pol. H. R. Kasero Manggolo, berkoordinasi dengan Kepala BPN Provinsi Sultra agar menerbitkan Sertfikat tanah 12,5 Ha yang sudah dimenangkan sampai ke tingkat Kasasi MA-RI dan Keluarlah Sertifikat yang dimaksud dengan Nomor : 21.07.04.09.4.00002. tanggal : 25-09-2015 Surat Ukur Nomor : 715 / Puosu Jaya / 2015 tanggal 23 -09-2015.

error: Dilarang Keras Copy Paste!